OTONOMI PEREMPUAN, SEBUAH KEHARUSAN..!!

Berbicara mengenai sosok perempuan, kadang membawa kita pada dua arus yang saling berlawanan. Perempuan sering diposisikan sebagai makhluk yang dilahirkan dari keindahan pencipta, yang kehidupannya dianugrahi jiwa naluri keperempuanan yang penuh sesak benih kasih sayang dan senantiasa berkorban memberikan kasih sayang dan pengabdian pada orang-orang yang dikasihi dan juga kepada masyarakatnya. Namun ironisnya, dalam realitas, perlakuan terhadap perempuan seringkali diabaikan. Mereka jarang bahkan sering tidak pernah mendapatkan apapun atas cinta dan penghargaan yang mereka berikan. Hal ini terpotretkan dengan banyaknya dari mereka yang hidup bergantung tidak mempunyai pilihan dan larut dalam kuasa dominasi laki-laki. Dari waktu ke waktu mereka hidup dalam keterbatasan, penyiksaan, kekerasan, pengabaian, sikap apatis bahkan sering kali menyerah pada keadaan. Namun demikian, semua itupun tidak menyurutkan langkah mulianya untuk menebarkan kasih dan sayang serta senyum ketegaran menyapa kehidupan. Sungguh perempuan merupakan sosok yang hebat dan tangguh yang pernah diciptakan.

Secara ideal, perempuan menginginkan keadilan dan persamaan peran pada segala dimensi hidup kesehariannya. Namun terkadang harapan dan keinginan itu hanyalah merupakan bunga tidur yang selalu menghiasi mimpi indahnya dan tentunya sangat sulit untuk diwujudkan. Perempuan sering tersubordinasi oleh realitas yang meminggirkan bahkan menghilangkan perannya. Ketidaksetaraan posisi peran dan kedudukan pun muncul ke permukaan takkala perempuan memasuki sebuah proses terindah namun terkadang menindas yakni menikah. Karena dalam tahap proses inilah perempuan sering dipaksakan untuk fokus di wilayah domestik rumah tangga dan bermuara pada terabaikannya peran perempuan dalam wilayah sosial publik lainnya.

Otonomi perempuan diartikan sebagai perempuan yang otonom, independen, serta mandiri dalam segala hal. Prinsip otonomi adalah wewenang manusia sesuai fitrahnya sebagai khalifatullah bagi dirinya, keluarga dan masyarakatnya. Perempuan dalam menjalankan fungsi dan misi sucinya itu yakni sebagai pemimpin, khalifatullah, harus didukung dengan otonomi perempuan akan dirinya. Hal ini mengisyaratkan bahwa perempuan sebaiknya dan seharusnya mampu mengatur hidup dan dirinya sesuai keinginannya. Perempuan harus memiliki kebebasan memutuskan apa yang terbaik bagi berbagai pilihan jalan dan pintu kehidupannya. Tanpa otonomi, perempuan akan sulit memposisikan diri dalam kancah pergulatan dan perebutan peran dalam ranah kehidupan masyarakatnya.

Budaya patrialistik yang lebih memihak pada laki-laki telah menyebabkan rendahnya kesadaran perempuan untuk berkreasi. Lemahnya kesadaran perempuan tersebut memposisikan mereka sebagai masyarakat kelas dua yang terpinggirkan dan terdesak karena arogansi budaya. Perempuan sekarang masih sering menjadi objek bukan subyek. Hal inilah yang mendorong maraknya eksploitasi dan pembelengguan hak-hak perempuan yang sering berujung pada kasus pelecehan dan kekerasan terhadap objek kehidupan itu, perempuan.

Penindasan arogansi budaya pun acak kali menempatkan perempuan pada posisi korban. Masih membudayanya kawin muda usia dini sering kali merugikan kaum perempuan. Perempuan sering dipaksa meninggalkan bangku pendidikan bahkan tega memberangus hak-hak pengembangan dirinya hanya demi memuaskan nafsu budaya masyarakatnya. Kondisi ini cendrung mendesak perempuan sebagai kaum terbodoh, terlemah, tidak mandiri, ketergantungan yang teramat dan bahkan tak mampu berbuat apa-apa, sehingga dengan mudahnya ditindas dan dianiaya. Hal ini dapat terekam dengan semakin maraknya dijumpai tindak kekerasan dalam rumah tangga dimana perempuanlah yang diposisikan sebagai objek kekerasan.

Selain itu kurangnya taraf pendidikan kaum perempuan berakibat termarginalnya mereka dalam ranah perekonomian sehingga mereka, sekali lagi, seakan-akan diposisikan sebagai objek dunia ekonomi yang dari rahimnya melahirkan dana segar bagi oknum-oknum kapitalis. Penderitaan perempuan semakin diperparah dengan hantaman pukulan telak kehidupan sosialnya, mereka dalam himpitan dan keterdesakan terpaksa harus menjajakan dirinya, rela dieksploitasi untuk dapat bertahan hidup. Namun ironisnya, terkadang nafsu materialis yang besar dalam diri perempuan, yang kurang mampu dikekang dengan kemampuan otonomi akan dirinya sendiri menghantarkan ia pada pintu-pintu eksploitasi dan berakhir pada penindasan perempuan itu sendiri. Kebodohan dan ketertinggalan perempuan ini sangatlah memprihatinkan, apalagi sering kali kondisi ini terjadi diakibatkan oleh penindasan kearogansiaan lingkungan dan budaya masyarakatnya, dan lebih ironis lagi karena ketidakmampuan diri perempuan untuk mengatur dan menjalankan sepenuhnya roda pemerintahan dalam diri mereka sendiri. Oleh karena itu, otonomi perempuan sangat penting bagi kehormatan perempuan itu sendiri.

Perempuan sekarang mengalami perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat post tradisional. Tuntutan untuk bisa menjawab segala realitas yang ada dalam skop apapun pastinya selalu bermuara pada pengharusan perempuan berubah. Hal ini tentunya sangat sulit termanifestasi ketika perempuan terlebih dahulu tidak mampu mengambil alih roda otonomi pemerintahan diri mereka dalam kesehariannya. Sekali lagi otonomi perempuan adalah sebuah keharusan. Perempuan ditengah himpitan konsep patriarki harus mampu melepaskan diri dari jeruji kerangkeng keterbelengguan, ketergantungan diri dan akhirnya menghirup dan mampu bergerak bebas dalam ruang, langit kebebasan.

Perempuan sekarang adalah perempuan yang otonom yang mampu terus berusaha menyejajarkan dirinya dengan prinsip keadilan ditengah himpitan tembok diskriminasi. Perempuan harus mampu mengusung isu perempuan mandiri, otonom, perempuan cerdas yang selalu mampu mengerjakan sesuatu dengan cepat, tepat dan benar yang tentunya sesuai dengan lokus wilayah kemampuannya itu sendiri. Hal itu mampu terpotretkan ketika perempuan mampu cerdas dan arif mendinamikai kerja kesehariannya.

Perempuan harus selalu mampu menanamkan benih semangat dan keyakinan diri bahwasanya perempuan adalah sosok indah yang diciptakan dari Sang Pencipta Yang Maha Indah, yang fitrahnya memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang. Sebagai manusia ia terlahir dengan naluri untuk sukses dan terus maju dalam kehidupan yang ditempuhnya. Posisi perempuan yang selama ini terpinggirkan pastinya akan mengebiri dan menindas. Untuk itu mereka harus giat menciptakan kesempatan pengembangan diri untuk mengembangkan kreativitas dan kecerdasannya yang nantinya akan membantunya membentur dan menghancurkan sekat-sekat budaya yang telah lama dikonstruksikan oleh masyarakatnya.

Dan akhirnya perempuan sekarang harus mampu mandiri, keluar dari kerangkeng pembatasan dan lari berteriak bahwa mereka mampu berbuat dan mereka juga khalifatullah. Dan untuk itu, otonomi perempuan adalah sebuah keharusan.
Jumardi Nasir, S.Si

Kutipan bermakna : Aku bukanlah Aku, Aku adalah Meng-Aku, Aku adalah Aku saat Ajal Menjemputku

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama