OTONOMI DAERAH, SOLUSI CERDASKAH ?

Mereview Insiden tragis yang menewaskan ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara beberapa waktu lalu, merupakan sejarah demokrasi yang menyayat pilu. Gempuran egoisitas para pendemo ketika memaksa masuk saat jalannya sidang paripurna saat itu, mengisyaratkan pemaksaan kehendak berdemokrasi. Sebuah kenyataan yang menyadarkan perspektif kita akan arti sebuh kebebasan ; kebebasan yang tak mampu lagi kita bendung sehingga meluap dan menyisakan bencana ; bencana sebuah demokrasi.
Semenjak digulingkannya kekuasaan tirani pemerintahan orde baru dan mulai ditegakkannnya kekuasaan demokrasi dengan panji reformasi 10 tahun silam, bangsa ini sering mengalami pasang surut dinamika demokrasi. Banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan atas nama demokrasi memiliki nilai positif dalam pembangunan negeri ini, namun tidak sedikit pula kebijakan-kebijakan yang malah menimbulkan masalah bagi pengembangan negeri ini. Terbukanya kembali ‘mulut’ pers, kembalinya nafas idealis para mahasiswa, terbuka kembali gerbang kritikan, dan legalnya vokalitas anak bangsa dalam menyuarakan haknya, merupakan gambaran dari efek positif dari pilihan demokrasi bangsa ini. Namun, perlu diingat juga bahwa semua realitas itu bisa menjadi bumerang disaat rangkulan kejernihan berpikir kita tak mampu lagi membendungi itu semua. Ketakutan inilah yang saat ini mulai diperlihatkan bangsa ini dalam semangat perjalanan pembangunan demokrasinya.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba mengajak kita semua untuk kembali merefleksi perjalanan pembangunan demokrasi bangsa ini. Ini penting, sehingga diharapkan hadir ide-ide besar yang dapat kita tumpahkan dalam kerangka mengawal dan mengisi perjalanan bangsa ini kedepan. Pembahasan ini kemudian difokuskan pada sebuah mega produk demokrasi, yakni otonomi daerah ; Apakah masih menjadi sebuah pilihan cerdas dalam pembangunan dan pengembangan negeri ini ?.

Otonomi daerah yang mulai digulirkan pada tahun 1999 merupakan langkah yang dianggap strategis dalam mempercepat pembangunan kesejahteraan di negeri ini ; melalui percepatan pembangunan daerah. Sebuah tujuan mulia yang perlu diapresiasi positif oleh semua elemen bangsa. Tapi, masihkah semangat itu mengalir dalam perjalanan penerapan otonomi daerah sampai saat sekarang ini ? Sebuah pertanyaan besar bagi bangsa ini !!

Otonomi daerah yang terlegalisasi dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah merupakan semangat baru pembangunan kesejahteraan negeri ini. Sebuah instrument pemerintahan yang strategis dalam mengupayakan penciptaan kesejahteraan masyarakat. Dengan otonomi daerah dipastikan pembangunan kemandirian bangsa adalah sebuah keharusan. Pelimpahan wewenang yang selama ini didominasi pemerintah pusat ke pemerintah daerah merupakan solusi terbaik. Dengan pelimpahan itu, daerah dapat mengurus dan bertanggung jawab penuh akan pengelolaan sumber daya daerah dalam rangka pembangunan kesejahteraan daerah yang bermuara pada peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat. Dengan begitu, tidak ada lagi ketimpangan antar daerah, pemerataan kesejahteraan disetiap jengkal wilayah negeri ini dapat terwujud. Pada intinya, dengan otonomi daerah, akses masyarakat pada pelayanan pemerintahan dapat ditingkatkan sehingga masyarakat dan pemerintah setempat secara bersama membangun kesadaran akan pentingnya kerjasama dalam pembangunan daerah.

Percepatan pembangunan kesejahteraan adalah isu ‘seksi’ yang terus digulirkan untuk terus mempertahankan dan melanjutkan eksistensi otonomi daerah. Isu inilah yang kemudian diinterpretasikan seenaknya dengan kehendak pembentukan daerah-daerah otonom baru ; pemekaran daerah selalu dianggap sebagai solusi cerdas dalam menjawab kebutuhan percepatan pembangunan kesejahteraan yang dicitakan. Sehingga dapat dipastikan bahwa ketika menyoal mengenai otonomi daerah, maka pemekaran daerah menjadi isu dan pembahasan yang terkuak seksi dan menarik. Padahal, pemekaran daerah yang serampangan dan tak bertanggungjawab bisa jadi sebuah permasalahan yang menghambat laju perkembangan sebuah daerah. Mari, bersama penulis kita berselancar dalam alam refleksi lalu dengan berpikir jernih kita mencari akar permasalahan dan menemukan sebuah solusi cerdas.

Urgensi Otonomi Daerah

Sebuah pemerintahan memiliki fungsi yang utama yakni sebagai fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan. Sebuah Negara bagaimanapun bentuknya dan seberapapun luasnya tetap harus bertanggungjawab penuh dalam memberikan pelayanan maksimal kepada wargannya. Ini mengisyaratkan perlunya perluasan distribusi kewenangan di bidang pemerintahan. Perbedaan kondisi geografis daerah, perbedaan kebutuhan dasar tiap daerah, sumber daya daerah yang khas, dan perbedaan pada prioritas pembangunan tiap daerah, mengharuskan dan mengisyaratkan pentingnya distribusi kekuasaan yang efektif kedalam program daerah secara responsive dan bertanggungjawab. Selain itu, keterbatasan pemerintah pusat dalam menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan juga mengindikasikan pentingnya pendelegasian kewenangan pada unit pemerintahan di daerah. Jadi, pada intinya otonomi daerah menjadi sebuah keharusan dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan pemerintah kepada rakyatnya.

Otonomi daerah sebagai bentuk desentralisasi pemerintahan pada hakekatnya ditujukan untuk pembangunan kesejahteraan bangsa secara menyeluruh. Keberadaan pembangunan daerah kemudian diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan peran serta aktif masyarakat dan pendayagunaan potensi daerah.

Realitas Penerapan Otonomi Daerah

UU No.22 tahun 1999 merupakan gerbang yang memberikan peluang kepada daerah-daerah untuk mengatur pemerintahannya secara mandiri. UU ini kemudian mengamanatkan pembangunan kesejahteraan daerah di tangan pemerintah daerah setempat, dengan begitu pemerintah daerah mendapat kewenangan yang lebih untuk mengatur daerahnya, mendayagunakan potensi daerahnya, menggenjot aspirasi dan partispasi masyarakatnya dalam rangka pembangunan di daerahnya tersebut. Pada prinsipnya, jika semua itu berjalan dengan baik maka kesejahteraan rakyat dapat terwujud, namun jika telah melenceng dari rel semangatnya maka kehancuran adalah jawaban akhir dari itu semua.

Realitas perjalanan otonomi daerah semenjak digulirkan hingga sekarang ini, mengemukakan banyak fakta, baik itu fakta positif maupun fakta negative. Diantara fakta positif itu, ada beberapa daerah yang setelah menerapkan prinsip otonomi daerah ini, kemudian menjadis sebuah daerah yang lebih maju dari sebelumnya. Struktur pemerintahan menjadi semakin solid, pelayanan pemerintahan kian baik dan efektif dan itu semua berujung pada peningkatan kesejahteraan warganya. Namun, kita perlu juga melihat fakta-fakta negative bahwa banyak daerah yang gagal dalam menerapkan otonomi daerah ini. Kegagalan ini terindikasi dari fenomena stagnannya pemerintahan daerah, buruknya tingkat pelayanan aparatur pemerintahan, ketidakmampuan pengelolaan sumber daya yang efektif dalam mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan tentunya sekali lagi ini semua menandakan kesejahteraan rakyat semakin jauh dari harapan semangat otonomi daerah yang diterapkan. Fakta ini kemudian mengisyaratkan kita untuk kembali merefleksi perjalanan proses penerapan otonomi daerah ini, dengan begitu segala kelebihan dan kekurangan pada setiap aspek dapat dikaji kembali untuk terus mengawal otonomi daerah sebagai instrumen efektif dalam pembangunan kesejahteraan negeri ini.

Berbicara mengenai otonomi daerah tidak terlepas dari konsep pemekaran daerah. Pemekaran daerah menjadi sebuah pilihan dalam mengejawantahkan semangat otonomi daerah. Sejak digulirkannya otonomi daerah, telah banyak ditemui praktek-praktek pemekaran daerah di penjuru wilayah negeri ini. Banyak daerah otonom yang terlahir kemudian menjadi daerah percontohan karena sukses menerapkan prinsip otonomi daerah. Daerah ini berhasil meningkatkan indeks pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Semangat pembangunan daerah menjadi ruh perjalanan pemerintahan di daerah ini. Tapi, perlu diingat bahwa, tak sedikit pula daerah-daerah yang kemudian gagal. Semangat pembangunan daerah terkesan hilang dari langkah perjalanan pemerintahan daerah tersebut ; malah yang nampak adalah semangat kolektif memperkaya aparatur pemerintahannya. Ada juga, daerah otonom baru yang terus stagnan, hidup tak mampu mati tak mau. Eksistensinya hanya sebatas struktural pemerintahan, namun fungsi pemerintahannya tak mampu dijalankannya dengan baik ; ia tetap menjadi beban tanggungan pemerintahan induknya dan pemerintah pusat tentunya. Ini terjadi diakibatkan buruknya proses evaluasi akhir pra pemekaran, mulai dari aspek ketersedian sumber daya yang memadai, keuangan daerah dan tentunya kesiapan cultural masyarakat. Sampai saat ini, masih banyak ditemukan daerah-daerah otonom yang masih sanggat menggantungkan kehidupannya pada keuangan pemerintah pusat lewat Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Kehidupan pemerintahannya tak sanggup disokong oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD ) daerah itu. Hal ini jelas bahwa dari segi keuangan daerah, daerah itu sebenarnya belum siap dan terkesan dipaksakan untuk dimekarkan menjadi daerah otonom baru. Padahal seyogyanya sebuah daerah otonom harus mampu mengurusi rumah tangga pemerintahannya secara mandiri, sehingga dapat melepaskan diri dari intervensi dan tegas dalam bersikap dan menetapkan serta merealisasikan prioritas pembangunan di daerahnya.

Jika kita melihat lebih kedalam bahwasanya kecendrungan pemekaran daerah tidak lagi berorientasikan pada ikhtiar percepatan pembangunan daerah, namun lebih pada kesempatan untuk menciptakan kavling-kavling kekuasaan baru yang cendrung menelantarkan semangat pembangunan kesejahteraan masyarakat. Ini terlihat dari semakin maraknya praktek pemekaran daerah yang terkesan sebagai pemaksaan kehendak tanpa melalui pengkajian mendalam yang komprehensif, namun hanya bersifat politis semata. Hal ini jika terus dibiarkan, maka dapat dipastikan bahwa pembangunan kesejahteraan masyarakat di negeri ini hanyalah mimpi-mimpi belaka.

Jalan Baru Otonomi Daerah

Kita semua tentunya tak menginginkan semangat pembangunan kesejahteraan terberangus dari perjalanan penerapan otonomi daerah di negeri ini. Untuk itu perlu dipikirkan sebuah jalan baru dari penerapan otonomi daerah ini. Penerapan otonomi daerah saat ini perlu dikembalikan pada semangat awalnya yakni sebagai instrument percepatan pembangunan daerah dalam rangka upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, penting adanya rekonstruksi tata laksana otonomi daerah. Ini bertujuan untuk mengatur secara tegas penerapan otonomi daerah sehingga dalam prosesnya dapat efektif dan efisien. Penting pula, penanaman mentalitas pembangunan pada seluruh aparatur pemerintahan, sehingga mereka dapat dengan sigap dan tegas mengawal proses otonomi daerah yang berlangsung didaerahnya. Yang juga penting ialah, dengan pemberian otonomi yang luas ini pada daerah, maka setiap daerah perlu meningkatkan peran serta aktif masyarakat dan stakeholder-stakholder di daerah tersebut. Perlu juga terus digiatkan proses dan tahapan dan seleksi serta evaluasi terhadap para aparatur pemerintahan, meningkatkan kapasitas dan kapabilitas mereka, serta ikhtiar meningkatkan peran dan fungsi pemerintah daerah dan DPRD. Jadi pada prinsipnya penerapan otonomi daerah ini kemudian dikembalikan pada semangat awalnya yakni diorientasikan pada pembangunan daerah.

Aspek yang kemudian penting dilihat adalah proses dan tahapan pemekaran daerah. Perlu kembali diperhatikan tata laksana dan acuan pelaksanaan pemekaran daerah. Pemekaran yang dilakukan harus benar-benar diarahkan sebagai solusi cerdas dalam memeratakan pembangunan, meningkatkan kualitas pelayanan public dan mendorong pembangunan daerah yang berkelanjutan. Pemerintah pusat harus lebih jeli dalam melihat fenomena pemekaran daerah ini. Pemerintah harus memiliki sebuah master plan pemekaran daerah di negeri ini ; sehingga pemekaran daerah yang dilakukan dapat efektif dan tidak terkesan berlebihan. Perlu adanya penetapan proporsi pemekaran daerah yang ideal ; yang mengatur jumlah ideal provinsi, kabupaten, kota, bahkan kecamatan di negeri ini. Ini penting, agar fungsi distribusi dan transportasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah menjadi jelas dan efektif. Selain itu pihak legislative dan eksekutif di pusat dan daerah harus kembali mengkaji secara komprehensif mengenai kebijakan pemekaran daerah. Penting adanya produk perundangan yang kompetibel dan efektif dalam mengatur arus dan regulasi pemekaran daerah di negeri ini. Penting adanya pembatasan-pembatasan dan syarat-syarat yang jelas dan memperhitungkan pengkajian yang komprehensif dalam meloloskan sebuah daerah menjadi daerah otonom baru. Sekali lagi, perlu ditanamkan bahwa, perangkat peraturan perundangan ini harus tetap dilandasi semangat pembangunan daerah.

Selain itu, penting adanya kesadaran dari pemerintah daerah bahwasanya pemekaran daerah adalah pilihan cerdas dalam mempercepat pembangunan kesejahteraan di daerahnya. Sehingga ruh pembangunan daerah menjadi pengerak pemerintahannya. Untuk itu, harus digiatkan pendayagunaan sumber daya daerah yang efektif untuk menopang perekonomian daerah. Sehingga itu semua kemudian menjadi modal besar dalam membentuk daerah otonom baru. Daerah otonom ini pun kemudian diarahkan untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan pada rakyatnya.

Yang juga penting adalah menerapkan beberapa tahapan dalam pembentukan sebuah daerah otonom baru. Sebuah daerah yang ingin berpisah dari induknya terlebih dahulu melalui beberapa tahapan dalam periode jangka waktu tertentu hingga daerah itu benar-benar siap jadi sebuah daerah otonom yang mandiri. Hal ini penting, agar daerah otonom tersebut dapat muncul sebagai daerah yang dilandasi semangat kemandirian dan pembangunan daerah demi terciptanya kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Dengan demikian, otonomi daerah dapat dipastikan menjadi solusi dan pilihan cerdas pembangunan bangsa dan negeri Indonesia tercinta ini. 
Jumardi Nasir, S.Si

Kutipan bermakna : Aku bukanlah Aku, Aku adalah Meng-Aku, Aku adalah Aku saat Ajal Menjemputku

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama